Pada
suatu siang yang sunyi, aku mengatakan
pada guru piano bahwa aku agak lelah dan tidak ingin memainkan lagu-lagu piano
yang biasanya, tetapi aku memperlihatkan padanya lagu-lagu yang aku dapat dari
grup paduan suara dan kemudian dia menyarankan aku mencoba memainkannya dengan
piano. Aku bilang padanya aku tidak tahu bagaimana cara memainkan iringan
tangan kiri, karena aku jauh lebih pandai memainkan melodi tangan kanan . Awalnya
dia sama sekali tidak percaya, tetapi kemudian dia tersenyum: “Oke, saya paham.
Jadi, bagaimana bisa kamu bernyanyi di klub paduan suara kalau kamu tidak tahu
seperti apa bunyi lagu yang tertera dan tertulis di paritur musik yang kamu
bawa? Kamu tahu, bukan… Kamu wajib melatih telingamu untuk menangkap suara-suara
dalam suatu lagu, bahkan sebelum kamu mencoba menyanyikannya”. Jadi, aku
mencoba memainkan lagu di C-chord dan G-chord, sementara guru piano menunggu
sambil mengajariku bagaiman membentuk harmoni yang sesuai dan menyeimbangkan
posisi jari. Itu pengalaman yang menakjubkan: aku bisa bernyanyi sembari
jari-jariku menari di atas piano.
Show me where is the road I can call my
own, that I lost that I left so long ago/All this year I have wandered, oh when
will I know?
Itu
petikan lagu kedua yang aku pelajari. Cuplikan lagu itu bagus dan, walau aku
tidak spiritual, aku menyukai lagu yang putis karena sebagai mahasiswa
internasional aku sering kangen rumah dan rindu keluarga. Sebenarnya, lagu di
atas sedikit mengingatkanku pada lagu lain berjudul “Home in the Range”. Aku
rasa ide tentang rumah sendiri adalah gagasan yang cantik. Aku mencintai
rumahku. Aku menyanyangi negeraky, tetapi tentu saja aku juga suka tinggal di luar
negeri: Amerika telah menjadi rumah keduaku karena setengah hatiku berada di
sana dan rumah adalah tempat di mana hati kita berlabuh. Rumah bisa berarti
Tanah Air atau Tumpah Darah, tetapi juga bisa berarti tempat yang akan selalu
kita kenang selamanya. Interpretasi lain, lagu tadi bisa kita tafsirkan sebagai
hasrat seorang petualang untuk kembali pulang. Aku tunjukkan lirik lagu
tersebut ke sahabatku dan dia menceritakan kisah anak durhaka yang diterima
pulang oleh sang ayah walau si putra itu punya banyak dosa dan mengkhianati ayahnya. Jadi, aku rasa lagu
itu juga tentang pengampuanan, permintaan maaf dan penerimaan tanpa syarat.
After wind,
after rain/ when the dark is done/ as I wake from a dream/ in the gold of day/
through the air there's a calling/ from far away
Itu bagian yang gemar aku nyanyikan, karena itu
mengisyaratkan perubahan suasana hati
yang metaforis, dari duka yang melankolis berubah ke keterbukaan mata (dari
gelap menunuju cahaya). Angin, aku pikir, sekiranya merupakan simbol untuk masa-masa
sulit di mana seseorang merasa murung, muram atau merenungi suramnya hidup
(sedang jatuh secara mental), tetapi itu hanya berlangsung sebentar, karena
manusia akan menemukan penyelamat dan bertatap muka dengan kenyataan/realita.
Rise
up/follow me/Come away is the call/With the love in your heart, as the only
song/ there is no such beauty as where you belong
Aku rasa akhir lagu itu adalah sebuah puncak di mana si
penyanyi harus melukiskan atau menggambarkan emosi penuh gejolak batin yang tercampur antara lega dan bebas
dari beban. Si penyanyi akhirnya tidak lagi kesepian dan hilang arah. Si
penyanyi mungkin merasa seperti domba yang disayang oleh penggembala dan
kembali ke kandang setelah mengembara ke padang rumput terpencil.
Aku senang pernah ikut paduan suara. Tidak hanya memperoleh ilmu bernyanyi dan bekerja sama menyatukan suara dengan anggota lain, aku juga memperoleh wawasan baru dan belajar menghargai bakat terpendam yang sejatinya ada pada diri setiap insan.



